Kemandirian dalam Islam

Kemandirian dalam Islam 
Senin, 24 Desember 2018 

Kemandirian


Assalamualaikum Warohmatullah Wabarakatuh

Pertama tama marilah kita mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang mana karena limpahan rahmat dan hidayah nya kita masih diberikan kesehatan dan keselamatan.

Kedua, shalawat wa salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang kita tunggu tunggu syafa’at nya pada akhir zaman.

Baik pembaca sekalian, pada kesempatan kali ini, saya kembali mengunggah artikel yang berjudul, “ Kemandirian dalam Islam”. Semoga yang saya tulis dalam blog ini, dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin Yaa Rabbal Alamin.

Pengertian

Menurut Wikipedia bahasa Melayu ( yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia), Kemandirian adalah kelanjutan kehidupan atau pelestarian spesies di dunia ini.
kemandirian (ke- + mandiri + -an) adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.

Pengertian Mandiri atau kemandirian menurut para Ahli

Pengertian Kemandirian menurut Masrun (1986: 8), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk membebaskan, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, serta membantu dan mendukung yang asli / kreatif, dan penuh dengan dukungan, mampu meningkatkan Lingkungan, miliki rasa percaya diri dan dapatkan kepuasan dari usahanya .

Pengertian mandiri berarti harus sesuai dengan permintaan orang lain. Mandiri adalah tempat seseorang mau dan mampu mewujudkan keinginan / keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan / tindakan nyata guna menghasilkan sesuatu (barang / jasa) demi pemenuhan kebutuhan sulit dan sesamanya (Antonius, 2002: 145). Kemandirian secara psikologis dan mental adalah keadaan seseorang yang ada di dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Dengan demikian, hanya dapat diberikan jika seseorang berkemampuan menyukai dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi empat manfaat atau keuntungannya, baik segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya (Hasan Basri, 2000: 53).

Pengertian Kemandirian menurut Brawer dalam Chabib Toha (1993: 121),  kemandirian adalah suatu perasaan otonomi, pemahaman pengertian mandiri adalah tentang kepercayaan diri sendiri, dan perasaan otonomi yang timbul karena dorongan dari orang lain.

Pengertian Kemandirian menurut  Kartini Kartono (1985: 21),
kemandirian seseorang terlihat pada waktu orang tersebut mengalami masalah. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan sendirinya, harus meminta bantuan dari orang tua dan akan bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan maka hal ini menunjukkan bahwa orang-orang tersebut mampu mandiri .

Aspek Kemandirian

Menurut Masrun (dalam Widayatie, 2009:19) kemandirian
ditunjukkan dalam beberapa bentuk, yaitu:

a. Tanggung jawab, yaitu kemampuan memikul tanggung jawab, kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas, mampu mempertanggung jawabkan hasil kerjanya, kemampuan menjelaskan peranan baru, memiliki prinsip mengenai apa yang benar dan salah dalam berfikir dan bertindak.

b. Otonomi, ditunjukkan dengan mengerjakan tugas sendiri, yaitu suatu kondisi yang ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri dan bukan orang lain dan tidak tergantung pada orang lain dan memiliki rasa percaya diri dan kemampuan mengurus diri sendiri.

c. Inisiatif, ditunjukkan dengan kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif.

d. Kontrol Diri, kontrol diri yang kuat ditunjukkan dengan pengendalian tindakan dan emosi mampu mengatasi masalah dan kemampuan melihat sudut pandang orang lain.

Ciri ciri kemandirian

Kemandirian mempunyai ciri – ciri tertentu yang telah digambarkan oleh pakar – pakar berikut ini:
Mustafa (1982:90) menyebutkan ciri – ciri kemandirian adalah sebagai berikut:

a. Mampu menentukan nasib sendiri, segala sikap dan tindakan yang sekarang atau yang akan datang dilakukan oleh kehendak sendiri dan bukan karena orang lain atau tergantung pada orang lain.

b. Mampu mengendalikan diri, yakni untuk meningkatkan pengendalian diri atau adanya kontrol diri yang kuat dalam segala tindakan, mampu beradaptasi dengan lingkungan atas usaha dan mampu memilih jalan hidup yang baik dan benar.

c. Bertanggungjawab,yakni kesadaran yang ada dalam diri seseorang bahwa setiap tindakan akan mempunyai pengaruh terhadap orang lain dan dirinya sendiri. Dan bertanggungjawab dalam melaksanakan segala kewajiban baik itu belajar maupun melakukan tugas – tugas rutin.

d. Kreatif dan inisiatif, kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif dan inisiatif sendiri dalam menghasilkan ide – ide baru.

e. Mengambil keputusan dan mengatasi masalah sendiri, memiliki pemikiran, pertimbangan, pendapat sendiri dalam mengambil keputusan yang dapat mengatasi masalah sendiri, serta berani mengahadapi resiko terlepas dari pengaruh atau bantuan dari pihak lain.

Menurut Parker (2005: 233) ciri – ciri kemandirian yaitu:

a. Tanggungjawab, yakni memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Individu tumbuh dengan pengalaman tanggungjawab yang sesuai dan terus meningkat. Sekali seorang dapat meyakinkan dirinya sendiri maka orang tersebut akan bisa meyakinkan orang lain dan orang lain akan bersandar kepadanya. Oleh karena itu individu harus diberi tanggungjawab dan berawal dari tanggungjawab untuk mengurus dirinya sendiri.

b. Indepedensi, yakni merupakan kondisi dimana seseorang tidak tergantung pada otoritas dan tidak membutuhkan arahan dari orang lain, indepedensi juga mencakup ide adanya kemampuan mengurus diri sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri.

c. Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri, yakni kemampuan menentukan arah sendiri (self determination) berarti mampu mengendalikan atau mempengaruhi apa yang akan terjadi kepada dirinya sendiri. Dalam pertumbuhannya, individu seharusnya menggunakan pengalaman dalam menentukan pilihan, tentunya dengan pilihan yang terbatas dan terjangkau yang bisa mereka selesaikan dan tidak membawa mereka menghadapi masalah yang besar.

Kemandirian versi Rasulullah SAW.

Tingkat kemandirian dalam diri Anda setiap orang yang sama. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, sebut saja kondisi ekonomi, tekanan dan pengalaman-pengalaman hidup yang dijalani. Oleh sebab itu, kemandirian seseorang subjektif.

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok ideal yang menginspirasi dan dapat diteladani dalam hal kemandirian. Karena masih dalam kandungan, ia telah menjadi yatim karena telah meninggal. Di saat usianya masih belia yaitu 6 tahun, ia pun kehilangan ibu. Muhammad kecil yang sudah yatim piatu kemudian diasuh oleh sang kakek. Ternyata tak lama berselang, sang kakek juga diundang untuk hadirat Allah SWT. Akhirnya Muhammad diasuh oleh pamannya.

Tentu bukan hal yang mudah dilakukan cobaan demi cobaan ditinggal orang-orang terkasih di zaman yang masih belia. Meski demikian, justru inilah yang ditempa Muhammad menjadi sosok yang mandiri dan kuat. Masa kecil hingga remajanya dijalani dengan bekerja keras. Maklum saja, dinyanyikan paman demi golongan orang bisa, jadi Muhammad harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya.

Tanpa lelah Muhammad bekerja mengembala domba. Hewan ternak ini dijaganya dengan baik, bahkan dengan menantang ia pun binatang buas yang mengincar dombanya. Selain itu, Muhammad juga tak malu untuk berdagang di pasar membantu pamannya. Meski tak menikmati masa kecil seperti anak pada umumnya, Muhammad tak pernah menunggu, merepotkan, dan menjadi beban orang lain. Sebaliknya, ia tumbuh menjadi sosok dengan sifat-sifat yang baik dan mulia. Muhammad dikenal sebagai pekerja keras yang tidak terikat pada orang lain dan jujur. Tak heran jika banyak orang yang senang dan segan juga mempercayainya.

Kepribadiannya yang menarik digambarkan dan dicintai. Sungguh salah, Siti Khadijah, seorang raya kaya raya yang jatuh hati pada kemandirian dan kejujuran Muhammad, yang kemudian menjadi berbicara. Meski memiliki istri kaya raya, Muhammad tetap sederhana dan bekerja keras menafkahi peternakan.

Kesederhanaan, kerja keras, mandiri, jujur, berani, dan penuh kasih sayang dari sosok Nabi Muhammad SAW layak diteladani dalam kehidupan sehari-hari, tanpa perlu memperhatikan latar belakang pendidikan, status ekonomi dan sosial, juga kenyamanan.

Kemandirian Perempuan

Perkembangan zaman yang serba canggih, membuat setiap orang dapat melakukan berbagai hal dengan mudah, begitu pula perempuan. Jika dahulu perempuan sangat dibatasi ruang geraknya, tentu akan jauh berbeda dengan kehidupan perempuan masa kini.

Pada zaman Yunani Kuno atau sekitar 427-347 Sebelum Masehi (SM), martabat perempuan dipandang sangat rendah, bahkan hanya dianggap sebagai alat penerus generasi, pembantu rumah tangga, dan pelepas hawa nafsu. Bahkan, di Eropa, tepatnya pada 586 Masehi, agamawan Prancis masih mendiskusikan apakah perempuan dapat menyembah Tuhan atau tidak.

Dituliskan dalam buku berjudul Perempuan karya Muhammad Quraish Shihab, diskusi mengenai perempuan itu berakhir dengan kesimpulan bahwa perempuan memiliki jiwa, tetapi tidak kekal dan perempuan hanya bertugas melayani lelaki. Dalam konteks ini, menurut Quraish Shihab, agama sering dijadikan dalih untuk membenarkan pandangan negatif tersebut.

Nyatanya, menurut dia, interpretasi tersebut lahir dari pandangan masa lampau yang keliru, tetapi telah melekat di alam bawah sadar sehingga menjadi budaya dalam masyarakat. Salah satu contoh pemikiran yang keliru adalah pandangan bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk lelaki.
Padahal, pemahaman itu hanya berlaku pada lelaki pertama (Adam) dan perempuan pertama (Hawa).Sedangkan, lelaki dan perempuan selanjutnya lahir akibat pertemuan sperma dan ovum,jelas Quraish Shihab. Alquran dalam surah al-Hujarat ayat 13, telah menjelaskan secara tegas bahwa kemuliaan ditentukan oleh tingkat ketakwaan kepada Allah SWT, bukan perbedaan jenis kelamin atau suku bangsa.

Pandangan negatif terhadap perempuan, serta perbandingan kualitas antara lelaki dan perempuan juga semakin diperparah dengan persepsi masyarakat yang lebih memprioritaskan lelaki. Nyatanya, jika merujuk pada kitab suci, tidak ada dasar yang menyebutkan tingkatan prioritas antara satu jenis dan jenis yang lain.

Kini, perempuan telah menemukan keberanian untuk menunjukkan diri. Kemandirian yang sejati bagi perempuan, menurut Islam, dapat diwujudkan dengan kebanggaan mereka dengan identitasnya sebagai perempuan, bukan justru menjadikan mereka seperti lelaki.

Jika merujuk pada Alquran, dijelaskan bahwa citra perempuan yang terpuji adalah perempuan yang memiliki kemandirian, memiliki hal berpolitik, dan kritis dalam apa yang dihadapinya. Penjelasan ini tertuang dalam surah an- Naml ayat 29-44 yang menceritakan seorang perempuan bernama Balqis yang menduduki takhta di negeri Saba'.

Alquran surah al-Baqarah ayat 228 menyebutkan, Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma'ruf.

Imam Bukhari meriwayatkan, Umar Ibnu Al-Khattab RA menceritakan, Kami suku Quraisy (penduduk Mekkah) tadinya mengalahkan istri-istri kami, tetapi ketika kami bertemu dengan al-Anshar (kaum Muslim penduduk Madinah), kami menemukan kaum perempuan (istri- istri) kami meniru adab (kelakuan) perempuan al-Anshar.

Abu Bakar melanjutkan, Aku bersuara keras kepada istriku, lalu dia membantahku. Maka, aku tidak menerima hal tersebut. Dia lalu berkata kepadaku, `Mengapa engkau keberatan, padahal, demi Allah, istri-istri Nabi pun berdiskusi dan biasa menolak pendapat beliau, bahkan ada di antara mereka yang tidak meng ajaknya berbicara sampai malam.'

Hal ini mengagetkanku, dan aku berpikir bahwa rugi dan celakalah istri yang melakukan hal itu, kata Abu Bakar.Dia melanjutkan, Aku kemudian menuju kepada Hafshah (anak Sayyidina Unar dan istri Nabi Muhammad SAW) dan bertanya kepadanya, `Apakah salah seorang di antara kalian ada yang kesal dan marah kepada Nabi SAW (sebagai suami)sampai sehari semalam?' Lalu, Hafshah menjawab `Ya.'

Untuk mewujudkan harkat dan kemandirian perempuan serta memelihara hak-hak, kodrat, dan identitasnya, perempuan tidak hanya harus merasa diri mereka setara dengan lelaki, tetapi lebih dari itu, perempuan harus membuktikan hal itu melalui kemampuannya dalam dunia nyata, tutup Quraish Shihab dalam bab mengenai harkat dan kemandirian perempuan.

Demikian yang dapat saya sampaikan dalam blog ini, semoga bermanfaat bagi kita semua, terimakasih.

Billahitaufik wal hidayah
Wassalamualaikum Warohmatullah Wabarakatuh








Sumber :
https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Kemandirian
https://id.m.wiktionary.org/wiki/kemandirian
http://aroxx.blogspot.com/2013/09/pengertian-kemandirian-menurut-para-ahli.html?m=1
etheses.uin-malang.ac.id
https://tulisanasrie-wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/tulisanasrie.wordpress.com/2017/05/27/meneladani-kemandirian-nabi-muhammad-saw/amp/?amp_js_v=a2&amp_gsa=1&usqp=mq331AQECAFYAQ%3D%3D#referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&aoh=15456347898369&amp_ct=1545634794182&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Ftulisanasrie.wordpress.com%2F2017%2F05%2F27%2Fmeneladani-kemandirian-nabi-muhammad-saw%2F
https://m-republika-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/m.republika.co.id/amp/pc0qba313?amp_js_v=a2&amp_gsa=1&usqp=mq331AQECAFYAQ%3D%3D#referrer=https://www.google.com&aoh=15456335624185&amp_ct=1545633821284&amp_tf=Dari%20%251%24s

Comments

  1. Hidup memang penuh cobaan, karena esensi hidup adalah pendewasaan. Turut berdukacita bencana Tsunami di Lampung dan Banten, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Amiin

    ReplyDelete

Post a Comment

loading...

Popular posts from this blog

PAI : Kewajiban Belajar

PAI : Ibadah Mahdhah

PAI : Manusia Makhluk Sosial

Qunut

PAI : Manusia Makhluk Belajar (Part 2)