Shalat Terawih

Shalat Terawih
Selasa, 21 Mei 2019







Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html

Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html

Pertama tama marilah kita mengucap syukur kehadirat Allah SWT. yang mana berkat rahmat dan hidayahnya kita masih diberikan kesehatan dan keselamatan, sehingga penulis dapat meng upload artikel yang berjudul " Shalat Terawih ", yang semoga bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

 Kedua, shalawat wa salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang kita tunggu tunggu syafaatnya pada akhir zaman.

 1. Pengertian

Salat Tarawih adalah salat sunnah yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari تَرْوِيْحَةٌ yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat". Waktu pelaksanaan salat sunnat ini adalah selepas isya', biasanya dilakukan secara berjamaah di masjid. Fakta menarik tentang salat ini ialah bahwa rasulullah SAW. hanya pernah melakukannya secara berjama'ah dalam 3 kali kesempatan. Disebutkan bahwa rasulullah kemudian tidak melanjutkan pada malam-malam berikutnya karena takut hal itu akan menjadi diwajibkan kepada ummat muslim.

 2. Pengertian menurut para ulama 4 mazhab

Secara syariah, Al-Imam An-Nawawi, sebagai salah satu mujtahid besar dalam sejarah ilmu fiqih, di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa shalat tarawih  adalah Shalat sunnah yang hanya dilakukan pada malam bulan Ramadhan, dengan dua-dua rakaat, dimana para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya.

Para ulama sepakat bahwa di sela-sela rakaat tarawih disyariatkan duduk untuk istirahat. Bahkan nama tarawih itu sendiri diambilkan dari adanya pensyariatan untuk duduk istirahat. Dan para ulama menjelaskan bahwa duduk istirahat itu dilakukan pada tiap empat rakaat, meski pun shalat tarawih dilakukan dengan dua rakaat salam (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab jilid 4 hal. 30).

Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan durasi yang lebih panjang dari umumnya shalat fardhu. Mengenai panjangnya berdiri ini umumnya para ulama sepakat, namun harus berapa lama memang agak sedikit berbeda.  Nah, bagaimana ulama 4 mazhab memandang soal tarawih ini?
Sebagian ulama, di antaranya mazhab Al-Hanafiyah menekankan bahwa setidak-tidaknya dalam shalat tarawih selama sebulan penuh bisa dikhatamkan 30 juz Al-Quran. Dan seorang imam jangan menguranginya karena kemalasan jamaah. Untuk itu bila imam membaca kira-kira 10 ayat, maka dalam satu malam akan bisa dibaca 200 ayat. Dan kalau dikalikan 30 malam, jumlahnya kurang lebih 6.000 ayat. Dan jumlah ini sudah mendekati jumlah total ayat Al-Quran.
Ada juga pendapat lain yang lebih berat, yaitu dalam sebulan mengkhatamkan Al-Quran sampai tiga kali. Dan pendapat ini sejalan dengan pendapat Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu yang memerintahkan agar dalam sebulan bisa dikhatamkan tiga kali.  Maka dalam satu rakaat imam membaca kurang lebih 30 ayat. Dan dalam satu rangkaian shalat tarawih yang 20 rakaat bisa dibaca 600 ayat. Maka bisa dikhatamkan Al-Quran dalam 10 malam saja. Dan dalam sebulan penuh bisa khatam 3 kali.

Lepas dari berapa banyak yang dikhatamkan dalam tarawih selam Ramadhan, para ulama bersepakat bahwa duduk istirahat di sela-sela rakaat tarawih itu menjadi amat mutlak diperlukan.

Lalu, bagaimana dengan jumlah rakaatnya?

Ulama 4 mazhab bersepakat bahwa shalat tarawih itu berjumlah 20 rakaat (Badai’us-shana’i’ jilid 1 hal. 288)

Ulama Mazhab Al-Hanafiyah, Ad-Dasuki  mengatakan bahwa para shahabat dan tabi’in seluruhnya melakukan shalat tarawih 20 rakaat (Hasyiyatu Ad-Dasuqi jilid 1 hal. 3154).Demikian juga Ibnu Abdin yang mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amalan yang dikerjakan oleh seluruh umat baik di barat maupun di timur (Raddul Muhtar jilid 1 hal. 474). Selain itu, Ali As-Sanhuri mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amal yang dikerjakan oleh semua manusia dari masa lalu hingga masa kita sekarang ini di semua wilayah Islam (Syarah Az-Zarqani jilid 1 hal. 284).
Sedangkan mazhab Al-Malikiyah menyebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih selain 20 rakaat adalah 36 rakaat. Dan Umar bin Abdul Aziz di Masjid Bani Umayyah menetapkan shalat tarawih 36 rakaat. Alasannya biar pahalanya biar mendekati pahala para shahabat di Madinah yang shalatnya 20 rakaat.

Sementara Mazhab Asy-syafi’iyah, lewat fatwa para ulamanya, tegas menetapkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Alasannya karena amalan para shahabat di masa khalifah Umar bin Al-Khattab itu punya status kekuatan hukum syar’i yang qath’i. Statusnya adalah ijma’ yang merupakan salah satu sendi hukum dari empat sendi hukum Islam yang diakui mutlak.
Bahkan  level ijma’nya berada pada titik paling tinggi, yaitu ijma’ shahabi. Artinya yang berijma’ itu bukan orang sembarang, juga bukan sekedar ulama atau kiyai, tetapi mereka yang berstatus para shahabat ridhwanullahialaihim ajma’in.

Hal itu lantaran tidak ada seorang pun dari mereka yang menyelisihi 20 rakaat ini. Bahkan semua shahabat bukan cuma berpendapat 20 rakaat saja, tetapi mereka sendiri melakukannya secara langsung.

Dan apa yang telah dilaksanakan para shahabat ini tidak pernah berubah, tetap menjadi sunnah hingga diteruskan di masa tabi’in, tabi’ut-tabi’in, bahkan hingga abad 14 hijryah ini.
Demikian juga pendapat Mazhab Al-Hanabilah yang mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat dilakukan di hadapan shahabat dan sudah mencapai kata ijma’, dimana nash-nash tentang itu amat banyak (Kasysyaf Al-Qina’ jilid 1 hal. 425). Al-Hanabilah juga mengatakan bahwa shalat tarawih jangan sampai kurang dari 20 rakaat, dan tidak mengapa bila jumlahnya lebih dari itu (Mathalib Ulin Nuha jilid 1 hal. 563).

Namun, Ibnu Taimiyah tidak memberikan batasan minimal atau maksimal jumlah rakat tarawih. Beliau menganjurkan shalat tarawih dilakukan antara bilangan 10 hingga 40 rakaat. Hal itu bisa kita periksa dalam Majmu’ Fatawa jilid 22 hal. 272

Masjid Al-Haram di Mekkah dan masjid An-Nabawi di Madinah Al-Munawwarah juga sampai kini masih menerapkan shalat tarawih dengan 20 rakaat, sebagaimana disaksikan dan dikerjakan oleh semua jamaah umrah Ramadhan secara langsung.
 3. Rakaat Shalat

Terdapat beberapa praktik tentang jumlah raka'at dan jumlah salam pada salat Tarawih. Pada masa Nabi Muhammad salat Tarawih hanya dilakukan tiga atau empat kali saja, tanpa ada satu pun keterangan yang menyebutkan jumlah raka'atnya. Kemudian salat Tarawih berjamaah dihentikan, karena ada kekhawatiran akan diwajibkan. Barulah pada zaman khalifah Umar salat Tarawih dihidupkan kembali dengan berjamaah, dengan jumlah 20 raka'at dilanjutkan dengan 3 raka'at witir.

Sejak saat itu umat Islam di seluruh dunia menjalankan salat Tarawih tiap malam-malam bulan Ramadhan dengan 20 raka'at. Empat mazhab yang berbeda, yaitu mazhab Al-Hanafiyah (8 rakaat), Al-Malikiyah (sebagian 8 atau 20 rakaat) , Asy-Syafi'iyah (20 rakaat) serta Al-Hanabilah (sebagian 8 atau 20 rakaat). Sedangkan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah dari Bani Umayyah di Damaskus menjalankan salat Tarawih dengan 36 raka'at. Dan Ibnu Taimiyah menjalankan 40 raka'at.

Yang pertama kali menetapkan salat Tarawih hanya 8 raka'at dalam sejarah adalah pendapat orang-orang di akhir zaman, seperti Ash-Shan’ani (w.1182 H), Al-Mubarakfury (w. 1353 H) dan Al-Albani. Ash-Shan’ani Penulis Subulus-salam sebenarnya tidak sampai mengatakan salat Tarawih hanya 8 raka'at, Sedangkan Al-Mubarakfury memang lebih mengunggulkan salat Tarawih 8 raka'at, tanpa menyalahkan pendapat yang 20 raka'at.

Perbedaan pendapat menyikapi boleh tidaknya jumlah raka'at yang mencapai bilangan 20 itu adalah tema klasik yang bahkan bertahan hingga saat ini, seperti yang dilakukan sebagian besar pengikut Nahdlatul Ulama. Sedangkan mengenai jumlah salam praktik umum adalah salam tiap dua raka'at namun ada juga yang salam tiap empat raka'at. Sehingga bila akan menunaikan Tarawih dalam 8 raka'at maka formasinya adalah salam tiap dua rakaat dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at sebagaimana yang dilakukan sebagian besar pengikut Muhammadiyah.
4. Beberapa Hadits Terkait
  • “Sesungguhnya Rasulullah SAW. pada suatu malam salat di masjid lalu para sahabat mengikuti salat Dia, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) Dia salat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti salat nabi), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka rasulullah SAW. tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya Dia bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)
  • "Artinya: Dari Jabir bin Abdullah radyillahu 'anhum, ia berkata: Rasulullah SAW. pernah salat bersama kami di bulan Ramadhan (sebanyak) delapan raka'at dan witir (satu raka'at). Maka pada hari berikutnya kami berkumpul di masjid dan mengharap dia keluar (untuk salat), tetapi tidak keluar hingga masuk waktu pagi, kemudian kami masuk kepadanya, lalu kami berkata: Ya Rasulullah ! Tadi malam kami telah berkumpul di masjid dan kami harapkan engkau mau salat bersama kami, maka sabdanya "Sesungguhnya aku khawatir (salat itu) akan diwajibkan atas kamu sekalian".(Hadits Riwayat Thabrani dan Ibnu Nashr)
  • "Aku perhatikan salat malam rasulullah SAW., yaitu (Ia) salat dua raka'at yang ringan, kemudian Ia salat dua raka'at yang panjang sekali, kemudian salat dua raka'at, dan dua raka'at ini tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya, kemudian salat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian salat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian salat dua raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian witir satu raka'at, yang demikian adalah 13 raka'at".Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu Nashr.
  • "Artinya: Dari Abi Salamah bin Abdurrahman bahwasanya ia bertanya kepada 'Aisyah radyillahu anha tentang salat rasulullah SAW. di bulan Ramadan. Maka ia menjawab ; Tidak pernah Rasulullah SAW. kerjakan (tathawwu') di bulan Ramadan dan tidak pula di lainnya lebih dari sebelas raka'at 1) (yaitu) Ia salat empat (raka'at) jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian ia salat empat (raka'at) 2) jangan engkau tanya panjang dan bagusnya kemudian ia salat tiga raka'at".[Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]

 5. Hukum

Shalat tarawih adalah shalat khusus pada malam bulan Ramadhan yang dilaksanakan setelah shalat Isya’ dan sebelum shalat witir. Hukum melaksanakan shalat tarawih adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan perempuan, di antaranya berdasarkan hadits yang disebutkan di atas.
Anjuran shalat tarawih juga tertuang dalam hadits lain dengan redaksi yang berbeda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 
Artinya: “Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anh Rasulullah gemar menghidupkan bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: ‘Barangsiapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridha dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat” (HR Muslim).
Ulama sepakat bahwa redaksi “qâma ramadlâna” di dalam hadits tersebut mengacu pada makna shalat tarawih. Meskipun, ulama berbeda pendapat mengenai dosa jenis apakah yang diampuni dalam hadits tersebut. Ikhtilaf di antara mereka juga terjadi dalam hadits-hadits serupa. Menurut al-Imam al-Haramain, yang diampuni hanya dosa-dosa kecil, sedangkan dosa besar hanya bisa diampuni dengan cara bertobat. Sementara menurut Imam Ibnu al-Mundzir, redaksi “” (dosa) dalam hadits tersebut termasuk kategori lafadh ‘âm (kata umum) yang berarti mencakup segala dosa, baik kecil atau besar.

6. Sejarah

Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadhan, dan shalat tarawih ini dikerjakan Nabi pada tanggal 23 Ramadhan tahun kedua hijriah. Rasulullah pada masa itu mengerjakannya tidak selalu di masjid, melainkan kadang di rumah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin radliyallahu ‘anha, sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam shalat di masjid, lalu banyak orang shalat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam justru tidak keluar menemui mereka. Pagi harinya beliau bersabda, 'Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila shalat ini diwajibkan pada kalian.” Sayyidah ‘Aisyah berkata, 'Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan’.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad memang pernah melaksanakan shalat tarawih pada malam awal-awal bulan Ramadhan. Hingga akhirnya, saat melihat antusiasme yang begitu tinggi dari sahabat-sahabat beliau, Nabi justru mengurungkan niatnya datang ke masjid pada hari ketiga atau keempat. Pertama, bisa jadi karena beliau khawatir, sewaktu-waktu Allah menurunkan wahyu yang mewajibkan shalat tarawih kepada umatnya. Tentu hal tersebut bakal memberatkan umat generasi berikutnya yang belum tentu memiliki semangat yang sama dengan para sahabat Nabi itu.
Kedua, mungkin beliau takut timbulnya salah persepsi di kalangan umat bahwa shalat tarawih wajib karena merupakan perbuatan baik yang tak pernah ditinggalkan Rasulullah. Sebagaimana keterangan dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari:

أَنَّهُ إِذَا وَاظَبَ عَلَى شَيْء مِنْ أَعْمَال الْبِرّ وَاقْتَدَى النَّاس بِهِ فِيهِ أَنَّهُ يُفْرَض عَلَيْهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi ketika menekuni suatu amal kebaikan dan diikuti umatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas umatnya.”
Langkah tersebut menunjukkan betapa bijaksana dan sangat sayangnya Nabi kepada umatnya. Pada hadist di atas dapat ditarik kesimpulan: (1) Nabi melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya. (2) Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh Rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya. (3) Dalam hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan rakaat dan ketentuan rakaat shalat tarawih secara rinci.

Shalat Tarawih pada Masa Abu Bakar dan Umar
Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah mu’akkadadah (shalat sunnah yang sangat dianjurkan). Jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan Sayyidina Umar bin Khattab dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya. Kesepakatan itu datang dari mayoritas ulama salaf dan khalaf, mulai masa sahabat Umar sampai sekarang ini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama mazhab: Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan mayoritas mazhab Maliki. Di kalangan mazhab Maliki masih ada ikhtilaf (perbedaan pendapat), antara 20 rakaat dan 36 rakaat, berdasar hadist riwayat Imam Malik bin Anas radliyallahu ‘anh bahwa Imam Darul Hijrah Madinah berpendapat shalat tarawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat: “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan, yakni shalat tarawih, dengan tiga puluh sembilan rakaat—yang tiga adalah shalat witir.”
Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat tapi mayorits Malikiyah sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah, dan Hanafiyyah yang sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 rakaat, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’-nya.

Umat Islam pada masa Khalifah Abu Bakar radliyallahu ‘anh melaksanakan shalat tarawih secara sendiri-sendiri (munfarid) atau berkelompok tiga, empat, atau enam orang. Saat itu belum ada shalat tarawih berjamaah dengan satu imam di masjid. Ketetapan tentang jumlah rakaat shalat tarawih pun belum tertuang secara jelas. Para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.
Shalat tarawih berubah keadaannya ketika Umar bin Khattab berinisatif untuk menggelarnya secara berjamaah, setelah menyaksikan umat Islam shalat tarawih yang tampak tak kompak, sebagian shalat secara sendiri-sendiri, sebagian lain berjamaah. Sebuah hadits shahih memaparkan:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ 
Artinya: “Dari ‘Abdirrahman bin ‘Abdil Qari’, beliau berkata: ‘Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah. Lalu Sayyidina Umar berkata: ‘Saya punya pendapat andai mereka aku kumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus.” Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah),” (HR Bukhari).
Hal ini juga ditopang oleh hadits lainnya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا 
Artinya: “Dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anh, beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dan melihat banyak orang yang melakukan shalat di bulan Ramadhan (tarawih) di sudut masjid. Beliau bertanya, ‘Siapa mereka?’ Kemudian dijawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai Al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal Al-Qur’an). Dan sahabat Ubay bin Ka’ab pun shalat mengimami mereka, lalu Nabi berkata, ‘Mereka itu benar, dan sebaik-baik perbuatan adalah yang mereka lakukan,” (HR Abu Dawud).

Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah adalah Sayyidina Umar bin Khattab, salah satu sahabat terdekat Nabi. Jamaah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan jumlah 20 rakaat. Sebagaimana keterangan:

عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً 
“Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir),” (HR Malik).
Bukti lain dari keterangan tersebut adalah hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid:

عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ) ـ 
Artinya: “Dari Sa’ib bin Yazid, ia berkata, ‘Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. Al-Baihaqi, sanadnya dishahihkan oleh Imam Nawawi dan lainnya).
Dua dalil di atas cukup menjelaskan bahwa pendapat terkuat soal jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Apa yang diinisiasi Sayyidina Umar bin Khattab tak hanya disetujui tapi juga dipraktikkan para sahabat Nabi yang lain kala itu, termasuk Sayyidah Aisyah, istri Baginda Nabi. Hal ini mempertegas ijma’ (konsensus) sahabat karena tiada satu orang pun yang mengingkari atau menentang. Tak heran, bila para ulama empat mazhab atau mazhab lainnya pun mayoritas memilih pendapat ini.
Inisiatif Sayyidina Umar yang kemudian diikuti para sahabat dan ulama setelahnya adalah sangat wajar bila kita menengok sabda Nabi:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ إِنَّ اللهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati umar.” (HR. Turmudzi).
Hadits tersebut menunjukkan kredibilitas Sayyidina Umar yang mendapat “stempel” langsung dari Rasulullah, sehingga mustahil beliau berbuat penyimpangan, apalagi dalam hal ibadah. Penjelasan yang lain adalah hadits berikut:

وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ (أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ) ـ
Artinya: “Dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka berpegang teguhlah padanya dengan erat.”

Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

عَنْ حُذَيْفَةُ هُوَ الَّذِي يَرْوِي عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ( أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ)ـ 

Artinya: “Dari Hudzaifah radliyallahu ‘anh, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,” (HR Turmudzi).

Shalat Tarawih Menurut Pandangan Ulama

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَبَعْضِ الْمَالِكِيَّةِ إلَى أَنَّ التَّرَاوِيحَ عِشْرُونَ رَكْعَةً لِمَا رَوَاهُ مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ مِنْ قِيَامِ النَّاسِ فِي زَمَانِ عُمَرَ رضي الله تعالى عنه بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَجَمَعَ عُمَرُ النَّاسَ عَلَى هَذَا الْعَدَدِ مِنْ الرَّكَعَاتِ جَمْعًا مُسْتَمِرًّا قَالَ الْكَاسَانِيُّ: جَمَعَ عُمَرُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله تعالى عنه فَصَلَّى بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ فَيَكُونُ إجْمَاعًا مِنْهُمْ عَلَى ذَلِكَ. وَقَالَ الدُّسُوقِيُّ وَغَيْرُهُ: كَانَ عَلَيْهِ عَمَلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ. وَقَالَ ابْنُ عَابِدِينَ: عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا. وَقَالَ عَلِيٌّ السَّنْهُورِيُّ: هُوَ الَّذِي عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ وَاسْتَمَرَّ إلَى زَمَانِنَا فِي سَائِرِ الْأَمْصَارِ وَقَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَهَذَا فِي مَظِنَّةِ الشُّهْرَةِ بِحَضْرَةِ الصَّحَابَةِ فَكَانَ إجْمَاعًا وَالنُّصُوصُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ. (الموسوعة الفقهية . ج ٢٧ ص ١٤٢) ـ

Artinya: “Menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiyah), shalat tarawih adalah 20 rakaat berdasar hadist yang telah diriwayatkan Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqi dari Sa’ib bin Yazid tentang shalatnya umat Islam di masa Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh, yakni 20 rakaat. Umar mengumpulkan orang-orang untuk melakukan tarawih 20 rakaat secara berjamaah dan masih berlangsung hingga sekarang. Imam al-Kasani berkata, ‘Umar telah mengumpulkan para sahabat Rasulullah, lantas Ubay bin Ka’ab mengimami mereka shalat 20 rakaat, dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) mereka.’
Imam Ad-Dasukyi dan lainnya berkata, ‘Itulah yang dilakukan para sahabat dan tabi’in.’ Imam Ibnu ‘Abidin berkata, ‘Itulah yang dilakukan orang-orang mulai dari bumi timur sampai bumi barat.’ ‘Ali As-Sanhuri berkata, ‘Itulah yang dilakukan orang-orang sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya.’ Para ulama mazhab Hanbali mengatakan, ‘Hal sudah menjadi keyakinan yang masyhur di masa para sahabat, maka ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dalil nash yang menjelaskannya.’” (Mausû’ah Fiqhiyyah, juz 27, h. 142)

Dari keterangan yang terdapat dalam kitab Tashhih Hadits Shalah at-Tarawih Isyrina Rak‘atan, Imam Ibnu Taimiyyah juga sepakat dan berpendapat bahwa rakaat shalat tarawih 20 rakaat, dan beliau menfatwakan sebagaimana berikut, “Telah terbukti bahwa sahabat Ubay bin Ka’ab mengerjakan shalat Ramadhan bersama-sama orang lainnya pada waktu itu sebanyak 20 rakaat, lalu mengerjakan witir 3 rakaat, kemudian mayoritas ulama mengatakan bahwa itu adalah sunnah. Karena pekerjaan itu dilaksanakan di tengah-tengah kaum Muhajiriin dan Anshor, dan tidak ada satu pun di antara mereka yang menentang atau melanggar perbuatan itu”. Dalam kitab Majmu’ Fatawyi Al-Najdiyyah diterangakan tentang jawaban Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab tentang bilangan rakaat shalat tarawih. Ia mengatakan bahwa setelah sahabat Umar mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat berjamaah kepada sahabat Ubay bin Ka’ab, maka shalat yang mereka lakukan adalah 20 rakaat”.


7. Keutamaan

Selain ibadah puasa, salah satu yang spesial di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih. Ritual yang dilakukan setelah shalat Isya ini memiliki keutamaan dan pahala yang besar. Syekh Taqiyuddin al-Hishni dalam karyanya Kifayatul Akhyar menegaskan bahwa kesunnahan shalat tarawih merupakan kesepakatan seluruh ulama dari berbagai mazhab, tidak dianggap pendapat-pendapat yang menyelisihi konsensus tersebut.

Al-Hishni mengatakan:

وَأما صَلَاة التَّرَاوِيح فَلَا شكّ فِي سنيتها وانعقد الْإِجْمَاع على ذَلِك قَالَه غير وَاحِد وَلَا عِبْرَة بشواذ الْأَقْوَال 

“Adapun shalat tarawih, tidak diragukan lagi di dalam kesunnahannya. Kesepakatan ulama telah menjadi kukuh di dalam kesunnahannya, yang demikian dikatakan tidak hanya satu orang. Tidak dianggap pendapat-pendapat yang menyimpang” (Syekh Taqiyuddin al-Hishni, Kifayah al-Akhyar, hal. 89).

Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan tentang keutamaan tarawih. Di antaranya hadits Nabi riwayat Imam al-Bukhari, Muslim dan lainnya:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau” (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya).

Ulama sepakat bahwa redaksi “qâma ramadlâna” di dalam hadits tersebut diarahkan pada shalat tarawih. Syekh Khatib al-Syarbini menegaskan:

وَقَدْ اتَّفَقُوا عَلَى سُنِّيَّتِهَا وَعَلَى أَنَّهَا الْمُرَادُ مِنْ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَقَوْلُهُ: إيمَانًا: أَيْ تَصْدِيقًا بِأَنَّهُ حَقٌّ مُعْتَقِدًا فَضِيلَتَهُ، وَاحْتِسَابًا: أَيْ إخْلَاصًا، 

“Ulama sepakat atas kesunnahan tarawih dan sesungguhnya tarawih adalah shalat yang dikehendaki dalam hadits Nabi, Barang siapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau. Hadits diriwayatkan al-Bukhari. Adapun sabda Nabi “imanan”, maksudnya adalah membenarkan bahwa yang demikian itu haq seraya meyakini keutamaannya. Sabda Nabi “wahtisaban”, maksudnya ikhlas” (Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 459).

Ulama berbeda pendapat mengenai dosa yang diampuni dalam hadits tersebut, sebagaimana mereka juga ikhtilaf  di dalam hadits-hadits sejenis. Menurut al-Imam al-Haramain, yang dihapus hanya dosa-dosa kecil, sedangkan dosa besar hanya bisa diampuni dengan cara bertaubat. Sementara menurut Imam Ibnu al-Mundzir, redaksi “” (dosa) dalam hadits tersebut termasuk kategori lafadh ‘âm (kata umum) yang berarti mencakup segala dosa, baik kecil atau besar.

Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli mengatakan:

قَالَ الْإِمَامُ: )وَالْمُكَفَّرُ الصَّغَائِرُ دُونَ الْكَبَائِرِ( . قَالَ صَاحِبُ الذَّخَائِرِ: وَهَذَا مِنْهُ تَحَكُّمٌ يَحْتَاجُ إلَى دَلِيلٍ وَالْحَدِيثُ عَامٌّ وَفَضْلُ اللَّهِ وَاسِعٌ لَا يُحْجَرُ. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ فِي قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ» : هَذَا قَوْلٌ عَامٌّ يُرْجَى أَنَّهُ يُغْفَرُ لَهُ جَمِيعُ ذُنُوبِهِ صَغِيرُهَا وَكَبِيرُهَا

“Al-Imam al-Haramain berkata, yang dilebur adalah dosa-dosa kecil, bukan dosa-dosa besar. Berkata pengarang kitab al-Dzakhair, ini adalah vonis sepihak dari al-Imam al-Haramain yang butuh dalil, padahal haditsnya umum dan anugerah Allah luas tak terbendung. Ibnu al-Mundzir berkata di dalam sabda Nabi, Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau, ini adalah perkataan yang umum, diharapkan terampuninya seluruh dosa-dosa bagi pengamalnya, dosa kecil dan besar” (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, juz 3, hal. 206).

Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sayyidah Aisyah bahwa Nabi pada suatu malam berada di dalam masjid, beliau shalat dan diikuti oleh para sahabat. Di hari berikutnya Nabi shalat seperti di hari pertama dan jamaah yang mengikutinya bertambah banyak. Kemudian di hari ke tiga atau keempat sahabat berkumpul di masjid untuk menanti kedatangan Nabi untuk shalat jamaah tarawih bersama-sama, namun Nabi tidak kunjung hadir hingga subuh. Beliau menjelaskan perihal ketidakhadirannya di masjid semalam, beliau bersabda “Aku telah melihat apa yang kalian lakukan, tidaklah mencegahku untuk keluar shalat bersama kalian kecuali aku khawatir shalat ini difardlukan atas kalian. Perawi hadits menjelaskan bahwa yang demikian itu terjadi di bulan Ramadhan” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Nabi sengaja tidak melanjutkan jamaah tarawih di masjid di hari-hari berikutnya karena khawatir ada anggapan bahwa shalat tarawih hukumnya wajib. Sunnah ini kemudian berlanjut sampai masanya khalifah Abu Bakr al-Shidiq. Hingga pada masa khalifah Umar bin al-Khatab, atas ide khalifah Umar dan disepakati seluruh sahabat, dilakukan jamaah tarawih secara rutin di masjid hingga akhir Ramadhan. Ulama menjelaskan bahwa telah terjadi perbedaan konteks di zaman Nabi & Abu Bakr dengan masanya Umar sehingga terjadi praktik yang berbeda dalam pelaksanaan tarawih. Bila di masa Nabi masih sangat rentan diyakini wajib, maka alasan tersebut hilang saat masa kepemimpinan Sayyidina Umar, sehingga dilakukan jamaah tarawih secara rutin di masjid.

Syekh Taqiyuddin al-Hishni menegaskan:

وَفعل عمر ذَلِك لأمنه الافتراض

“Dan Sayyidina Umar melakukan hal demikian (mengumpulkan manusia untuk shalat jamaah tarawih) karena terjamin dari anggapan kewajiban tarawih” (Syekh Taqiyuddin al-Hishni, Kifayah al-Akhyar, hal. 89).

Imam al-Baihaqi dan lainnya meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa umat Islam shalat tarawih di bulan Ramadhan pada masa pemerintahan Sayyidina Umar bin al-Khattab sebanyak 20 rakaat. Di dalam riwayat lain dari Imam Malik di kitab al-Mawattha’, jumlah rakaat shalat yang dilakukan di masa Umar adalah 23 rakaat. Al-Imam al-Baihaqi kemudian mengompromikan dua dalil tersebut bahwa riwayat yang menyatakan 20 rakaat konteksnya adalah tanpa menghitung 3 rakaat sahalat witir, sedangkan riwayat yang menyebut 23 rakaat setelah menghitung 3 rakaat witir.

 8. Bolehkah Terawih Sendirian ?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (beribadah di malam ramadhan) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari 37 dan Muslim 759).
Dan para ulama menjelaskan, bahwa shalat tarawih termasuk qiyam Ramadhan, mengisi malam Ramadhan dengan ibadah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan janji yang besar, berupa ampunan dosa. Karena itulah, shalat tarawih termasuk shalat sunah muakkad (shalat sunah yang sangat ditekankan).

Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendirian. Karena bukan syarat sahnya shalat tarawih, harus dikerjakan berjamaah.

An-Nawawi mengatakan, “Shalat tarawih adalah sunah dengan sepakat ulama… boleh dikerjakan sendirian atau berjamaah. (al-Majmu, 4/31).

Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi agar shalat tarawih dikerjakan berjamaah. Dalam hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat hingga pertengahan malam, sebagian sahabat minta agar beliau memperlama hingga akhir malam. Kemudian beliau menyebutkan keutamaan shalat tarawihberjamaah, “Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat tahajud semalam suntuk.” (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).

Karena itulah, mayoritas ulama mengatakan, lebih utama mengerjakan shalat tarawih secara berjamaah. Shalat tarawih boleh dikerjakan di rumah atau di selain masjid, baik sendirian atau berjamaah bersama keluarga. Jika memungkinkan, shalat tarawih dikerjakan berjamaah bersama imam masjid, lebih utama. Karena bernilai pahala seperti shalat semalam suntuk. 

9. Niat dan Tata Cara

Niat sholat tarawih sendiri
Untuk Anda yang berniat menjalankan sholat tarawih sendiri di rumah, silakan membaca niat sholat tarawih di bawah ini.
"USHOLLII SUNNATAT-TAROOWIIHI ROK'ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI LILLAAHI TA'ALAA."
Artinya :
Saya niat salat sunnah tarawih dua raka'at menghadap kiblat karena Allah Ta'ala.
Bacalah niat sholat tarawih di atas dalam hati bersamaan dengan takbir pertama yang menandai dimulainya ibadah sholat.

Niat sholat tarawih 4 rakaat
Beberapa orang menjalankan sholat tarawih sebanyak 4 rakaat dengan 1 kali salam. Dalil untuk jumlah rakaat ini berasal dari perkataan Aisyah radhiyallahu 'anha.
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan sholat 4 rakaat, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang rakaatnya. Kemudian beliau melaksanakan sholat 4 rakaat lagi, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang rakaatnya."
Pernyataan ini memiliki kemungkinan 4 rakaat dilakukan sekaligus dengan 1 salam atau bisa juga 4 rakaat yang dilaksanakan dengan 2 rakaat sebanyak 2 kali.
Menurut Imam Syafii, penafsiran pertama termasuk zhahir (umum), tetapi Rasulullah SAW sudah memberikan pernyataan langsung mengenai sholat malam.
"Sholat malam adalah dua rakaat dua rakaat."
Karena sholat tarawih termasuk ibadah salat malam yang diperkuat dengan hadits qauliy (perkataan Nabi), maka penafsiran salat tarawih 4 rakaat yang dikerjakan 2 rakaat 2 rakaat lebih kuat dasar hukumnya.
Lebih dari 80 kitab Mu'tabar dari berbagai cabang ilmu telah menyatakan bahwa sholat tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat 1 salam itu tidak sah. Di antaranya Imam Nawawiy al-Dimasyqiy, Imam Ahmad Ibn Hajar al-Haytamiy, Imam Muhammad Ibn Ahmad al-Ramliy, Imam Muhammad al-Zarkasyiy, dan Imam Ahmad Ibn Muhammad al-Qasthallaniy.
Walaupun begitu, jika ada beberapa orang yang menganggap sholat tarawih 4 rakaat dengan 1 kali salam sah sebenarnya tidak perlu dijadikan perdebatan. Pada akhirnya semua kembali kepada keimanan masing-masing.

Niat sholat tarawih dan witir
Jumlah rakaat sholat tarawih yang umum dikerjakan antara lain 11 rakaat dengan witir dan 23 rakaat dengan witir. Masing-masing dikerjakan setiap 2 rakaat dan diakhiri dengan salam. Karena itu niatnya tetap sholat tarawih 2 rakaat.
Salat tarawih idealnya ditutup dengan sholat witir yang jumlah rakaatnya ganjil. Niat sholat witir bervariasi, umumnya 1 rakaat atau 3 rakaat.

Niat sholat witir 1 rakaat salam
Bagi Anda yang ingin mengerjakan sholat witir dengan 1 rakaat saja, berikut ini bacaan niat sholat yang bisa Anda hafalkan.
"Ushallii sunnatal witri rok 'atan mustaqbilal qiblati adaa'an (ma'muman / imaman) lillaahi ta'alaa."
Artinya:
"Saya niat sholat witir satu rakaat menghadap qiblat menjadi (ma'muman / imaman) karena Allah ta'alaa.

Niat sholat witir 3 rakaat 1 kali salam
Berikut ini bacaan niat sholat witir dengan 3 rakaat yang diikuti dengan 1 kali salam.
"Ushallii sunnatal witri tsalaasa roka'aatin mustaqbilal qiblati adaa'an (ma'muman/imaman) lillaahi ta'alaa."
Artinya :
"Saya berniat shalat witir tiga rakaat menghadap kiblat menjadi (ma'muman/imaman) karena Allah ta'alaa".
Demikian baacan niat sholat tarawih dan witir lengkap. Pilih salah satu dalam kurung. Bila sholat sebagai makmum pilih 'ma'muman'. Jika menjadi imam, pakai kata 'imaman'.

Niat sholat tarawih berjamaah
Ibadah sholat tarawih akan mendatangkan manfaat yang lebih besar jika dijalankan secara berjamaah atau berjemaah. Karena itu tak ada salahnya jika Anda juga mempelajari bacaan niat sholat tarawih berjamaah.
Di bawah ini kami tampilkan bacaan niat sholat tarawih yan dijalankan berjamaah.
USHOLLII SUNNATAT-TAROOWIIHI ROK'ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI MA'MUUMAN LILLAAHI TA'ALAA.
Artinya :
"Saya niat sholat sunnah tarawih dua raka'at menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta'ala."

Niat sholat tarawih sebagai imam
Bila Anda ditunjuk menjadi imam sholat saat tarawih, berikut ini bacaan niat sholat tarawih yang bisa Anda amalkan.
USHOLLII SUNNATAT-TAROOWIIHI ROK'ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI IMAAMAN LILLAAHI TA'ALAA.
Artinya :
"Saya niat sholat sunnah tarawih dua raka'at menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta'ala."
Demikian bacaan niat sholat tarawih berjamaah sebagai makmum atau imam.

Niat sholat tarawih dan tata caranya
Walaupun jumlah rakaat sholat tarawih berbeda, namun pelaksanaannya sama. Sholat tarawih 11 rakaat maupun 23 rakaat sama-sama dikerjakan setiap 2 rakaat dan diakhiri dengan salam. Karena itu niat sholat tarawih berapa rakaat pun sama.
Sementara tata cara sholatnya sama saja dengan ibadah sholat sunnah lainnya. Sholat witir bisa dikerjakan langsung setelah tarawih atau dilakukan setelah mengerjakan sholat sunnah lain, misalnya sholat tahajud dan hajat.
Demikian panduan mengenai bacaan niat sholat tarawih, witir, beserta tata cara melakukan ibadah sholatnya. Semoga memberikan ilmu dan manfaat bagi Anda. Selamat menjalankan ibadah sunnah di bulan Ramadan. 




Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html
Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html

Para ulama menegaskan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan sendiri di rumah tanpa berjamaah. An-Nawawi menegaskan,
أما حكم المسألة فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء … وتجوز منفردا وجماعة
Hukum mengenai masalah tarawih, bahwa shalat tarawih hukumnya sunah dengan sepakat ulama… dan boleh dikerjakan sendiri maupun berjamaah.
(al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4/31)

Mana yang Lebih Afdhal: Jamaah ataukah Sendirian?

Hanya saja ulama berbeda pendapat, mana cara mengerjakan tarawih yang lebih afdhal: sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid.
An-Nawawi menyebutkan perselisihan ini,
واختلفوا في أن الأفضل صلاتها منفردا في بيته أم في جماعة في المسجد فقال الشافعي وجمهور أصحابه وأبو حنيفة وأحمد وبعض المالكية وغيرهم الأفضل صلاتها جماعة كما فعله عمر بن الخطاب والصحابة رضي الله عنهم واستمر عمل المسلمين عليه لأنه من الشعائر الظاهرة فأشبه صلاة العيد
Ulama berbeda pendapat tentang mana cara pengerjaan tarawih yang afdhal, dikerjakan sendiri di rumah ataukah berjamaah di masjid. Imam Syafi’i, beserta mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat ini secara berjama’ah karena merupakan syi’ar islam yang nampak sehingga serupa dengan shalat ‘id.
Kemudian, an-Nawawi menyebutkan pendapat kedua,
وقال مالك وأبو يوسف وبعض الشافعية وغيرهم الأفضل فرادى في البيت لقوله صلى الله عليه وسلم أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Sementara Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian ulama syafiiyah, dan yang lainnya, berpendapat bahwa yang afdhal dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Shalat yang paling afdhal adalah shalat yang dikerjakan seseorang di rumahnya. Kecuali shalat wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 6/39)

Tarjih (Penentuan Pendapat yang Kuat):

InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati dalam kasus ini adalah pendapat yang menganjurkan agar shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah. Dengan alasan,
1. Hadis dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَة
Barangsiapa yang shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala shalat semalam penuh. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
2. Praktek para sahabat yang dilakukan sejak zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu hingga sekarang, sehingga shalat tarawih berjamaah sudah menjadi bagian dari syiar islam dan kaum muslimin.
3. Tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dikerjakan sendiri di rumah. Ada shalat sunah yang hanya bisa dikerjakan secara berjamaah, seperti shalat gerhana, shalat ’id, jika kita menganggap shalat ini hukumnya sunah. Termasuk shalat tarawih lebih dianjurkan untuk dikerkajan secara berjamaah.


Read more https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html











Sumber :
https://konsultasisyariah.com/22949-bolehkah-tarawih-sendirian.html 
https://id.wikipedia.org/wiki/Salat_Tarawih 
https://www.islampos.com/beginilah-tarawih-menurut-ulama-4-mazhab-88449/
 http://www.nu.or.id/post/read/38921/sejarah-hukum-dan-praktik-tarawih
 https://www.nu.or.id/post/read/53099/dalil-dan-keutamaan-shalat-tarawih
https://www.islampos.com/bolehkan-shalat-tarawih-sendirian-88417/ 

 

Comments

loading...

Popular posts from this blog

PAI : Kewajiban Belajar

PAI : Ibadah Mahdhah

PAI : Manusia Makhluk Sosial

Qunut

PAI : Manusia Makhluk Belajar (Part 2)